KONTENJATENG.COM, - Kami akan membagikan kisah seorang sahabat Rasulullah SAW yang jarang diketahui dan jarang diceritakan. Sahabat itu bernama Miqdad, yang termasuk salah satu dari tujuh orang pertama yang menyatakan keislaman secara terbuka atau terang-terangan.
Miqdad adalah seorang pemikir ulung. Namun ia harus menderita atas siksaan yang diterimanya dari kaum Quraisy. Bukannya ia jadi lemah iman, berkat hati yang tulus pada Islam ia malah semakin yakin pada agama yang dibawa Rasulullah SAW.
Pada suatu hari, Rasulullah SAW mengamanatkan Miqdad menjadi seorang Amir (pemimpin). Miqdad pun menjalankan amanat tersebut dengan baik. Setelah berjalan sekian waktu Miqdad menjadi Amir, suatu ketika Rasulullah SAW bertanya saat Miqdad kembali dari tugasnya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang menjadi amir?"
Baca Juga: Bambang Raya Saputra Siap Maju dalam Pilgub Jateng 2024, 'Kalah Menang Itu Urusan Nomor Dua'
Baca Juga: Anda Butuh Tes Ujian Psikopat? Berikut Ini Link yang Bisa Anda Coba : Semoga Bermanfaat !!!
Miqdad pun menjawab dengan jujur. Ia berkata bahwa dia tidak ingin meneruskan amanat sebagai amir. Pasalnya, menjadi pemimpin kedudukannya berada di atas dari orang lain. Berbeda dengan kebanyakan orang yang ingin menempati posisi tertinggi, Miqdad justru tidak menginginkan posisi itu.
Seperti yang dikutip dari buku Kisah Seru 60 Sahabat Rasul karangan Ummu Akbar, Miqdad menjawab pertanyaan Rasulullah SAW dengan bahasa yang bijak.
"Anda telah menjadikanku menganggap diriku berada di atas semua manusia. Demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, sejak saat ini aku tidak berkeinginan lagi menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya," kata Miqdad.
Ia menceritakan sejak menjadi Anir, ia selalu dikelilingi oleh kemewahan dan pujian dari banyak orang. Akan tetapi kemewahan dan pujian dipahaminya sebagai suatu kelemahan yang dapat menjauhkannya dari agama.
Akhirnya Miqdad mantap memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Amir. Padahal ia telah menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dengan baik. Rasulullah SAW pun menawarkan kembali jabatan tersebut, namun Miqdad menolaknya.
Namun demikian meski mundur jadi seorang Amir, kecintaan Miqdad terhadap agama Islam sangatlah besar. Ia merasa memiliki tanggung jawab penuh terhadap bahaya yang selalu mengancam, baik dari tipu daya musuh maupun kekeliruan sahabatnya sendiri.(**)