Teks Singkat Khutbah Jumat Menjelang Hari Raya Idul Adha 2022 dengan Tema Niat Dibalik Ibadah Haji

photo author
- Rabu, 6 Juli 2022 | 19:36 WIB
Teks Singkat Khutbah Jumat Menjelang Hari Raya Idul Adha 2022 dengan Tema Niat Dibalik Ibadah Haji
Teks Singkat Khutbah Jumat Menjelang Hari Raya Idul Adha 2022 dengan Tema Niat Dibalik Ibadah Haji

Kewajiban haji salah satunya tertuang dalam ayat:

وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah,” (QS Ali Imran: 97).

Ayat ini kerap kita muncul dan kita dengar dalam konteks penjelasan tentang kewajiban berhaji bagi yang mampu. Dijelaskanlah tolok ukur mampu mulai dari segi ekonomi, kesehatan fisik, transportasi, keamanan, dan lainnya. Keterangan tersebut mengacu pada frasa dalam ayat: man-istathâ‘a ilaihi sabîlâ. Yang kerap tertinggal dari penjelasan tersebut justru frasa di awal: lillâh (untuk Allah). Lillâh dalam ayat tersebut amat krusial karena merupakan ruh dari kewajiban haji. Semampu apa pun seseorang berhaji ia mesti memancangkan niatnya secara serius untuk semata karena dan kepada Allah ta’âlâ. Jika kata “haji” secara bahasa berarti menyengaja, maka inti dari kesengajaan itu sepenuhnya tertuju pada maksud tulus menggapai ridha Allah subhanahu wata’ala.

Baca Juga: 3 Orang Yang Berhak Menerima Daging Kurban di Hari Raya Idul Adha? Nomor 2 Tak Disangka

Pertanyaannya: bila keinginan kita ke Tanah Suci kembali meledak-ledak di musim haji ini, untuk siapa atau untuk apakah keinginan itu? Adakah yang terbesit selain beribadah kepada Allah di balik keinginan tersebut?

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Di luar keperluan ibadah, haji tak dipungkiri memang mengandung kepentingan-kepentingan lain yang bersifat duniawi. Pertama, secara sosial, haji bisa membuat seseorang merasa “naik kelas” karena faktor budaya yang berkembang di masyarakat kita. Biaya haji yang tidak sedikit memberi kesan bahwa orang haji adalah orang mampu, mapan, dan kaya. Gelar “haji” yang diperoleh sepulang nanti juga kian menambah citra kesalehan dan kehormatan diri. Dengan demikian status sosial pun meningkat dari “biasa-biasa” saja menjadi “luar biasa”. Penyakit hati yang mengiringi kondisi ini biasanya adalah sombong, ujub, dan merasa “lebih” daripada orang lain.

Godaan jenis ini adalah yang paling sering menjangkiti jamaah haji atau siapa pun yang berkeinginan berangkat haji. Keuntungan duniawi yang diraup setelah pulang haji nanti tak jarang melenakan tujuan hakiki haji, yakni menunaikan pilar kelima dalam Islam tulus karena Allah subhanahu wata’ala. Gejala ini biasanya tampak ketika sepulang haji seseorang banyak berubah pada tataran penampilan ketimbang perilaku.

Kedua, haji sebagai wahana jalan-jalan dan bersenang-senang. Bagi orang yang belum ke Makkah dan Madinah—apalagi belum pernah ke luar negeri mana pun—haji bisa jadi merupakan kemewahan tersendiri. Gambaran suasana Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Ka’bah, padang Arafah, atau bukit-bukit di tanah Arab yang biasanya hanya terpampang dalam foto dan media elektronik, akhirnya dialami secara nyata. Dalam suasana psikologis demikian, tak jarang haji adalah sekaligus momentum berbelanja, selfie (swafoto), dan berkunjung ke tempat-tempat menarik. Penyakit haji yang biasanya menyertai adalah pamer, boros (mubazir), dan semacamnya.

Baca Juga: Waspada Memilih Sapi dan Kambing Kurban, Ini Ciri-ciri jika Tertular Penyakit Mulut dan Kuku

Imam al-Ghazali dalam al-Adab fid Dîn berpesan bahwa saat seseorang sampai di kota Makkah seyogianya menerapkan etika-etika yang patut, semisal memasuki Masjidil Haram dengan penuh rasa takzim, menyaksikan Ka’bah sembari takbir dan tahlil, dan lain sebagainya. Intinya, adab yang penting ditonjolkan adalah sikap rendah hati, sopan, tulus, dan penuh dengan gerak-gerik yang mengagungkan Allah.

Di luar ada kedua motif status sosial dan jalan-jalan, dorongan lain seseorang datang ke Tanah Suci bisa jadi adalah meraup keuntungan ekonomi. Motif ini lazimnya melekat pada diri para pelaku bisnis yang mendapatkan berkah dari musim haji. Membludaknya jamaah adalah potensi pasar yang nyata. Momentum yang tepat adalah surga bagi komoditas untuk laris di pasaran.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Sesuai dengan namanya, haji adalah persoalan menata niat, sebelum hal-hal lain menyangkut ongkos, transportasi, dan aktivitas manasik. Keliru menata niat akan berakibat pada kerugian yang besar, mengingat pengorbanan yang dicurahkan untuk ibadah haji juga besar. Bukankah sia-sia belaka membangun istana megah di atas fondasi yang rusak?

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tirta Yurista Kumkamdhani

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X