KONTENJATENG.COM - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai tidak cukup atas pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengimbau agar tidak ada pihak yang mengintervensi pemilu. Pernyataan tersebut dinilai sebatas imbauan yang tidak mempunyai kekuatan mengikat.
“Permintaan presiden yang cenderung imbauan itu tentu tidak cukup. Namanya imbauan tentu tidak memiliki kekuatan mengikat untuk memaksa semua penyelenggara dan pihak-pihak terkait untuk tidak mengintervensi pemilu,” terangnya di Jakarta, Kamis (9/11).
Menurutnya, presiden harus tegas dan konkret dengan menerbitkan payung hukum yang akan menjadi pegangan dan pedoman bagi seluruh alat negara untuk bersikap netral dalam Pemilu 2024.
Baca Juga: Tantangan Besar Kota Semarang: Mengatasi Ancaman Penurunan Muka Tanah yang Mengkhawatirkan
“Karena itu, presiden harus tegas dengan mengeluarkan instruksi ke semua pihak yang berpotensi mengintervensi pemilu. Instruksi itu seyogyanya diikuti sanksi yang berat bagi pihak-pihak yang mengabaikan instruksi presiden,” lanjutnya.
Jamiluddin menyebut beberapa lembaga khusus berkenaan isu netralitas pemerintah, seperti BIN, TNI, Polri, kementerian, lembaga kepresidenan, dan pemerintah daerah. Lembaga tersebut perlu mendapat perhatian khusus untuk memperoleh instruksi dari presiden agar tetap netral karena berpotensi untuk mengintervensi pemilu, khususnya KPU dan Bawaslu.
“Kalau semua lembaga tersebut mendapat instruksi dari presiden, setidaknya mereka akan berpikir panjang untuk mengintervensi pemilu. Apalagi kalau sanksinya diberikan secara tegas kepada mereka yang melakukan pelanggaran,” sambungnya.
Baca Juga: Apakah Tanggal 10 November 2023 Merupakan Hari Libur? Hari Pahlawan Nasional
KPU dan Bawaslu juga harus menjaga netralitas. Sebab, bukan rahasia lagi KPU dan Bawaslu masih ada yang bermain mata dengan peserta pemilu. Karena itu, presiden harus memastikan KPU dan Bawaslu tetap taat asas melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan begitu, KPU dan Bawaslu di semua tingkatan tidak ada lagi yang tergoda dengan ajakan peserta pemilu untuk melakukan tindakan yang tidak netral.
"Jadi, presiden tidak cukup menghimbau kepada pihak-pihak terkait untuk tidak mengintervensi pemilu. Presiden harus mengeluarkan instruksi dengan sanksi tegas kepada semua lembaga terkait yang potensial mengintervensi pemilu. Hanya dengan begitu, intervensi terhadap pemilu dapat diminimalkan,” pungkas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.
Jokowi jangan Seenaknya
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga Surabaya Dr. Mohammad Syaiful Aris mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk membuktikan kata-katanya sendiri, bersikap netral pada Pilpres 2024.
“Netral harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku termasuk tidak menggunakan kewenangan atau fasilitas pada pejabat untuk menguntungkan calon tertentu,” kata Syaiful saat dihubungi hari ini (9/11).
Sebagai seorang presiden, kepala negara, Jokowi tidak bisa bersikap seenaknya. Presiden di Indonesia karena menganut sistem presidensial maka melekat dua jabatan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Jadi netralitas yang selama ini digaung-gaungkan, jangan sampai sekedar ‘lip service’.
Artikel Terkait
Kunci Jawaban "Ayo Mencoba Halaman 71" Matematika Kelas 7 SMP Bab 2 Bilangan Rasional Kurikulum Merdeka
Kunci Jawaban Soal Latihan Halaman 112 Matematika kelas 8 SMP Buku Kurikulum Merdeka
Mengatasi Hutang dengan Keajaiban Doa: Simak Penjelasan dari Ustadz Adi Hidayat
Nonton Gratis Gadis Kretek 2023 Full Episode, Serial Terbaru Dian Sastrowardoyo
Arti Kata Kretek, Benarkah Serial Gadis Kretek Diangkat dari Kisah Nyata?
Kata-kata Inspiratif Hari Pahlawan 2023, Cocok Dijadikan Caption di Media Sosial
Pengamat Politik UMY: Gibran Tetap Maju di Pilpres 2024, Tunjukkan Keluarga Jokowi Terlena Kekuasaan
MKMK Berhentikan Anwar Usman Sebagai Ketua MK, Ini Saran Pakar untuk Benahi Krisis Demokrasi dan Konstitusi
Apakah Tanggal 10 November 2023 Merupakan Hari Libur? Hari Pahlawan Nasional
Tantangan Besar Kota Semarang: Mengatasi Ancaman Penurunan Muka Tanah yang Mengkhawatirkan