"Visi misi kami kan memang berkesinambungan ya, dulu Semarang Hebat, sekarang Semarang Semakin Hebat, jadi saya rasa semua yang ditanyakan ini sebagian besar sudah kami rencanakan dalam poia pembangunan ke depan," ungkap Hendi.
Di sisi lain yang menarik, dalam debat publik yang diselenggarakan di hotel Patra Jasa Semarang tersebut, Hendi sempat mengkoreksi beberapa pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Salah satunya ketika Hendi ditanya terkait angka putus sekolah yang dianggap tinggi, merujuk pada angka 'Rata - Rata Lama Sekolah' di Kota Semarang sebesar 10,67 tahun.
Pertanyaan itu pun langsung disanggah Hendi, karena menurutnya pertanyaan tersebut seharusnya merujuk pada angka 'Harapan Lama Sekolah', dan bukan menggunakan angka 'Rata-Rata Lama Sekolah'.
"Rata - rata lama sekolah itu perhitungannya berdasarkan penduduk di atas usia 25 tahun, jadi saya rasa ini nggak pas, karena usia - usia jauh di atas kita juga menjadi pembagi. Yang tepat harusnya melihat dari harapan lama sekolah, yang mana di Kota Semarang sudah mencapai 15,51 tahun, dan pasti sudah melampaui wajib belajar 12 tahun," jelas Hendi meluruskan pertanyaan yang berasa dari tim pakar tersebut.
Tak hanya itu, Hendi juga menyanggah pertanyaan lainnya yang diajukan kepadanya, soal tagline 'Semarang Variety Of Culture' dalam kaitan mengekspresikan kearifan lokal.
Hendi pun tak ingin menanggapi pertanyaan tersebut karena dirasa bukan bagian dari tagline yang diusungnya. Dia menekankan bahwa tagline yang diusungnya bersama Ita sebagai wakil pada periode lalu adalah 'Semarang Hebat', yang dilanjutkan menjadi 'Semarang Semakin Hebat'.
"Saya dengan mbak Ita dari 2016, kemudian saya pernah menjadi wakil wali kota dari tahun 2010, saya tidak pernah menggunakan tag line Semarang Variety Of Culture. Sehingga kami tidak menjawab, meskipun keberagaman di Semarang ini luar biasa, tapi branding sebuah kota tidak bisa hanya sebagai gagah - gagahan, harus benar - benar mewakili karakter masyarakat," tegas Hendi.(nug/kj)