Mereka adalah Machmudi Hariono alias Yusuf, Badawi Rahman, Nur Afifudin, Sri Pujimulyo Siswanto, Hery dan Wawan. Kesemuanya merintis yayasan itu sejak awal 2019, kemudian di sahkan notaris Dr Muhammad Hafidh pada 28 Februari 2019, hingga akhirnya 2 Maret 2020 resmi mendapat Surat Keputusan dari Kementrian Hukum dan HAM.
“Dulu awalnya 6 orang sekarang sudah 25 orang, semua mantan napiter. Gagasan pendirian karena sepintas kegiatan ex napiter di wilayah pantura tidak ada, makanya kami pengen aspirasinya tersalurkan untuk kembali ke NKRI,” kata Yusuf, yang juga Ketua Persadani.
Melalui yayasan itu, pihaknya, ingin mencoba menunjukkan ke masyarakat bahwa sekalipun pernah menjadi napiter juga tetap masih bisa eksis membangun negeri. Sehingga sekalipun pernah mengalami hidup dari titik 0 atau zeronya zero akibat dipenjara, nantinya bisa bangkit dengan usaha.
“Dengan begitu kami kembali bisa diterima masyarakat, kami prioritaskan melalui dunia usaha, karena memudahkan akan terjadi interaksi yang baik dengan masyarakat,” ungkapnya.
Pada kepengurusan Persadani sendiri, semua merupakan ex napiter. Hanya saja pada bagian dewan pembina ada unsur purnawirawan. Selain itu juga ada pendamping dari luar.
Hingga saat ini, yayasannya sudah pernah bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), berinteraksi dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Balai Pemasyarakatan (Bapas), Rumah Pancasila Semarang, termasuk kerjasama dengan Polda Jateng dan di kunjungi Densus 88.
“Program yang paling utama, pendampingan dan sosialisasi ex napiter dengan keluarga dan masyarakat. Kami ingin memaksimalkan pencegahan terkait paham radikalisme dan terorisme kepada masyarakat luas,” bebernya.