KONTENJATENG.COM - Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto menilai keikutsertaan putra sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka akan potensial mempengaruhi netralitas alat negara.
Menurutnya, Potensi itu juga tidak harus by intention atau disengaja, tetapi secara tidak langsung bisa mempengaruhi netralitas alat negara. Dikatakannya, tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah yang mengidolakan Jokowi dan kemudian merasa bahwa membantu Jokowi adalah sesuai dengan keinginan dia.
Baca Juga: Shella Trenggalek Viral, Link Video Jadi Incaran Warganet di Media Sosial
"Problemnya, kalau itu dilakukan. Maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI- Polri itu bisa terganggu," tuturnya di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Arif mengkhawatirkan pencalonan Gibran jika teruskan akan membuat bangsa Indonesia kehilangan ruh politik berkeadilan. "Kalau ini dibiarkan nanti kita akan terjebak pada gaya-gaya lama, ketika nepotisme dianggap normal, ketika pelanggaran etika dianggap bisa diterima sejauh tidak melanggar hukum. Nanti lama-lama politik dan hukum kita terjebak pada formalisme dan kalau itu terjadi, negara ini kehilangan ruh politik yang berkeadilan," tegasnya.
Baca Juga: Kunci Jawaban Tema 3 Kelas 2 SD/MI Halaman 29 tentang Menyusun Kata-kata Menjadi Kalimat
Hal itu bisa dihindari ketika Jokowi adalah negarawan dan mau menghindari potensi konflik kepentingan. "Itu seharusnya bisa dihindari seandainya Jokowi adalah seorang negarawan," sambungnya.
Namun, Arif menyangsikan sikap kenegarawanan Jokowi, termasuk Jokowi dan Gibran. "Jadi saya mau mengatakan bahwa baik Jokowi, Prabowo, Gibran, dan seluruh ketua partai yang mendukung pencalonan Prabowo-Gibran tidak memiliki karakter sebagai seorang negarawan, dan ini sama dengan Anwar Usman," katanya.
Baca Juga: Jasa Raharja Raih Tiga Penghargaan di Ajang Indonesia Digital Innovation and Achievement Awards 2023
Menurut Arif, hal itu disebabkan mereka tidak menghindar bahkan masuk pada potensi konflik kepentingan. "Mengapa? Karena mereka semua tidak mampu menghindari potensi konflik kepentingan atau menganggap konflik kepentingan adalah sesuatu yang wajar, yang bisa diterima," lanjutnya.
Menurutnya, majunya Gibran menjadi capres ketika Jokowi masih sedang menjabat sebagai presiden adalah melanggar keutamaan. Arif membedakan antara tuntutan kepantasan bagi rakyat biasa dan keutamaan bagi para pemimpin.
"Terhadap pemimpin itu tuntutannya lebih dari sekadar kepantasan, yaitu keutamaan. Termasuk dalam keutamaan adalah kalau para pemimpin bersedia menghindari sesuatu yang punya potensi konflik kepentingan," sambungnya.
Baca Juga: Gak Perlu ke Bali, Nasi Jinggo Khas Pulau Dewata Harga 7000an Ada di Jember
Peran Bawaslu
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus lebih aktif lagi mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara.
Artikel Terkait
Mbak Ita Kembali Ingatkan Netralitas ASN Pemkot Semarang Selama Pelaksanaan Pemilu 2024
Rezeki Seret dan Mampet! Inilah Daftar Weton yang Mengalami Menurut Ramalan Primbon Jawa
Soal Kunci Jawaban SAS Matematika Semester 1 Kelas 1 SD Kurikulum Merdeka
Soal Kunci Jawaban SAS PPKN Kelas 1 SD Kurikulum Merdeka
Ketua DPRD Kota Semarang Ajak Warga Nikmati Pembangunan Melalui Gaya Hidup Sehat
Gak Perlu ke Bali, Nasi Jinggo Khas Pulau Dewata Harga 7000an Ada di Jember
Muncul Banyak Kurikulum Baru, Inilah Ice Breaking yang Inovatif untuk Pengajaran SD, SMP dan SMA
Kunci Jawaban Tema 3 Kelas 2 SD/MI Halaman 29 tentang Menyusun Kata-kata Menjadi Kalimat
Jasa Raharja Raih Tiga Penghargaan di Ajang Indonesia Digital Innovation and Achievement Awards 2023
Shella Trenggalek Viral, Link Video Jadi Incaran Warganet di Media Sosial