nasional

Ujian Disertasi Soal Regulasi Sanksi Pidana Denda, Kajati Jateng Priyanto Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum

Kamis, 5 Agustus 2021 | 19:13 WIB
Foto bersama Kajati Jateng Priyanto usai ujian Promosi Doctor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang./doc. Kejati Jateng/

KONTENJATENG.COM - Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Priyanto berhasil meraih gelar doktor, setelah dinyatakan lulus pada sidang ujian promosi doktor, Kamis 5 Agustus 2021.

Priyanto meraih gelar doktor dari Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.

Sidang yang dipimpin Prof Dr H Gunarto selaku guru besar dan Dekan FH Unissula menyatakan Priyanto memperoleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,97 dengan predikat Summa Cumlaude atau lulusan dengan nilai tertinggi.

Dalam disertasinya, pria kelahiran Wonogiri 31 Agustus 1962 ini mengangkat judul "Rekontruksi Regulasi Sanksi Pidana Denda di Bidang Perpajakan Berbasis Nilai Keadilan".

Baca Juga: Tingkatkan Kualitas Pembelajaran Jarak Jauh, USM Gelar Workshop e-Learning

Ia menawarkan adanya rekonstruksi regulasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dengan menambah regulasi baru yang tercantum dalam Pasal 41 D.

"Hasil temuan gagasan baru berdasarkan rumusan makna yaitu sanksi pidana perpajakan berbasis nilai keadilan," katanya.

Ia mengatakan, hal ini berangkat dari kelemahan-kelemahan regulasi sanksi pidana denda di bidang perpajakan yang belum berbasis keadilan.

Menurutnya, selama ini, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, terdapat kesulitan eksekusi terhadap terpidana karena tidak dapat membayar pidana denda. Sehingga hal ini menjadi tunggakan secara terus menerus oleh Jaksa Eksekutor.

Apabila mengacu pada Pasal 30 KUHP, lanjutnya, jika terpidana tidak membayar sama sekali uang denda, maka wajib menggantinya dengan menjalani pidana kurungan.

Baca Juga: Pemerintah Hentikan Siaran TV Analog Beralih Menjadi TV Digital, Cek Jadwalnya

Kelemahan regulasi Undang-Undang KUP ini menjadi celah hukum bagi wajib pajak yang membandel atau pengemplang pajak. Ia menilai, regulasi UU KUP sampai saat ini belum dapat membuat efek jera dan belum dapat memaksimalkan penerimaan negara di bidang perpajakan.

"Nah, rekonstruksi ini diharapkan memberikan efek jera pada pelaku tindak pidana perpajakan, selain itu juga dapat mengoptimalkan penerimaan kas negara dari sektor perpajakan," jelasnya.

Dalam implementasinya, mantan Kajati Sumatera Barat ini berharap PNS wajib pajak untuk melakukan asset tracking dengan melakukan sinergitas atau kolaborasi dengan instansi terkait Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Baca Juga: Pernah Bertemu dengan Predator Seks Jeffrey Epstein, Ini Pengakuan Bill Gates

Halaman:

Tags

Terkini