SEMARANG, Kontenjateng.com - SEKALIPUN pernah menjabat ketua remaja masjid dan ketua takmir masjid, tak menjamin seseorang bebas dari paham terorisme dan radikalime. Demikian pula yang terjadi pada Nur Afifudin.
Mantan narapidana terorisme ini juga memiliki pengalaman yang berbeda dari Harry maupun Yusuf. Ia lebih dulu dari keduanya, karena sudah mulai mengenal dengan kelompok terorisme sejak 1992, tepat saat kelas 3 SMA.
Namun saat ini, ia benar-benar sudah berubah dan ingin berbakti kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nur juga sudah di vonis selama 7 tahun penjara lamanya. Ia dituduh membantu memberi fasilitas untuk rekan-rekan teroris kepentingan di Poso.
Nur juga berbeda dari keduanya, dari fisik tampak lebih tegap, dan perutnya agak mengembul sedikit, rambutnya ada keputih-putihan.
Dengan mengenakan kaos merah dan celana jeans, Nur menyambut kami dengan akrab, ia menerima wawancara pukul 20.50 WIB, dirumahnya.
Rumahnya saat ini terlihat menjual perabotan dapur kecil-kecilan, ada sepeda motor Supra fit, tepat dihalaman rumahnya. Ketika itu ia baru usai melangsungkan rapat kordinasi, terkait agenda pertemuan silaturahmi di Polres Kendal. Dengan ramah ia menyuguhkan air mineral dingin dari kulkas dan suguhan roti Holland.
Nur kemudian menceritakan awal masuk jaringan tersebut, saat masih duduk dibangku kelas 3 SMA. Ketika itu, ia masih ingat betul istilah jihad tidak ada yang namanya aksi bom seperti di Indonesia. Melainkan jihad nya ikuti pengajian-pengajian, termasuk tidak ada organisasi tertentu. Melainkan hanya berkumpul, mengaji bersama. Ia sendiri baru memahami ketika divonis dianggap ikut jaringan Jamaah Islamiah.