يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18)
Melalui Surat Al Hasyr ayat 18 ini, Allah memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman untuk melakukan muhasabah. Waltandhur nafsum maa qoddamat lighad. Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.
Seluruh ulama mufassirin sepakat bahwa makna ghad pada ayat ini adalah akhirat. Sehingga muhasabah kita yang paling utama adalah terkait dengan apa yang sudah kita lakukan untuk akhirat. Bukan sekedar masa depan di dunia ini.
Ketika menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengingatkan sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengingatkan.
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
Hitung-hitunglah diri kalian sendiri sebelum kalian dihitung (di akhirat nanti).
Maka kualitas iman dan ibadah kita mestinya menjadi bahan muhasabah. Karena itulah yang akan menjadi bekal masa depan akhirat kita.
Bagaimana shalat kita. Amal pertama dan utama yang nanti akan dihisab di akhirat. Sudahkan kita berusaha shalat berjamaah.
Abdullah bin Ummi Maktum pernah minta izin kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, rumahku jauh dan aku tidak punya penuntun ke masjid. Bolehkah aku shalat di rumah?”
Rasulullah tahu sahabatnya ini tidak bisa melihat. Maka beliau mengijinkan. Namun ketika Abdullah bin Ummi Maktum hendak pulang, ia dipanggil kembali. “Apakah ketika engkau mendengar adzan ketika di rumah?”
“Benar ya Rasulullah. Adzan terdengar hingga rumahku.”
“Kalau begitu, shalatlah berjamaah di masjid.”
Sejak saat itu, Abdullah bin Ummi Maktum tidak pernah meninggalkan shalat jamaah di masjid. Bahkan beliaulah yang adzan Subuh. Artinya, sebelum fajar sudah berada di masjid. Padahal beliau buta.