Saksi Ahli Pakar Hukum Pidana Menyebut Kasus Perdata Harus Berkekuatan Hukum Tetap Terlebih Dahulu, Sebelum Melangkah pada Kasus Pidana

photo author
- Rabu, 22 Mei 2024 | 00:56 WIB
SAKSI : Sidang kasus pidana di PN Pekalongan saat mendengarkan keterangan Saksi Ahli Prof Dr Hamidah Abdurrachman, yang merupakan Pakar Hukum Pidana. (KONTENJATENG.COM/Arif Prayoga)
SAKSI : Sidang kasus pidana di PN Pekalongan saat mendengarkan keterangan Saksi Ahli Prof Dr Hamidah Abdurrachman, yang merupakan Pakar Hukum Pidana. (KONTENJATENG.COM/Arif Prayoga)

''Adapun unsur memaksa yang dimaksud adalah ketika ada orang dari luar masuk tanpa izin. Misalnya dengan merusak atau menggunakan kunci palsu,'' terang Prof Dr Hamidah Abdurrachman.

Baca Juga: Pemkab Pekalongan Tunjukkan Kepedulian kepada Juru Parkir Resmi di Wilayah Kabupaten Pekalongan dengan Memberikan Perlengkapan Rompi, Topi, dan Peluit

Kuasa hukum terdakwa, Nasokha mengatakan keluarga Lanny Setyawati sudah berdiam lama di sana. Menurutnya, unsur pasal itu menjadi tidak terpenuhi karena kliennya memang tinggal di situ.

Dirinya pun menyinggung masalah status quo untuk perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) antara keluarga Lanny Setyawati dan Pelapor. Ditegaskan Nasokha, yang berhak atas statuq quo adalah pemilik pertama.

''Jadi mereka yang berdiam di situ, atau yang berdomisili di situ. Tidak berbicara sudah berpindah tangan atau dibalik nama. Tentunya keterangan saksi ahli ini sangat menguntungkan kami,'' terang dia.

Baca Juga: Sekolah Tak Boleh Paksa Siswa Tak Mampu Ikut Study Tour, Diminta Segera Lapor Dindikbud dan Bupati Jika Hal Tersebut Terjadi

Nasokha mengakui bahwa keterangan saksi ahli tidak menjadi penentu jalannya sidang. Walau begitu, harapannya bisa menambah referensi untuk hakim saat mengambil putusan.

Dia pun menyebut kalau perkara kliennya tumpang tindih karena masih adanya perkara perdata yang belum terselesaikan.

Lalu bagaimana jika pengadilan sudah meminta untuk mengosongkan rumah? Seharusnya yang ditangani adalah permohonan eksekusi terlebih dulu sebelum melangkah kepada pengajuan permasalahan pidana.

Baca Juga: Pendaftaran Calon Perseorangan di Pilkada 2024 Kota Pekalongan Dinyatakan Nihil, Syarat Semakin Rigid dan Verifikasi Faktual Lebih Detail Pakai Sensus

''Tapi ini malah kebalik. Pidana dulu baru permohonan eksekusi. Kasian jadiya, karena kita bicara nasib orang. Ini hukum menurut saya tidak adil. Kenapa harus pidana dulu, tidak eksekusi dulu?'' ungkapnya.

Ditambahkannya, seharusnya permasalahan ini tidak sampai pidana terlebih dahulu. Bahkan ada Peraturan Mahkamah Agung (MA) No.10 tahun 1956 tentang anmaniing.

''Jadi bila perdata ada kaitan dengan perkara pidana, maka perkara pidana harus ditangguhkan dulu. Menunggu hingga adanya putusan perdata terlebih dahulu. Ini lucunya pidana dulu, baru eksekusi,'' tandasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Arif Prayoga

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X