KONTENJATENG.COM - Kasus pidana yang menimpa Lanny Setyawati dan tiga anaknya yang menyebabkan mereka menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan, dianggap tidak tepat oleh Prof Dr Hamidah Abdurrachman, yang merupakan Pakar Hukum Pidana.
Dirinya yang dihadirkan di sidang sebagai saksi ahli, menilai laporan kasus pidana itu seharusnya tidak diproses terlebih dahulu. Penyebabnya, masih adanya permasalahan perdata yang ternyata belum terselesaikan karena masih berlakunya proses hukum.
''Ini kan masih ada gugatan perdata. Seharusnya menunggu putusan incraht atau putusan berkekuatan hukum tetap dari sidang perdata itu dulu, sebelum melangkah ke pidana,'' ujar Dosen Prodi Doktor Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon itu, Selasa 21 Mei 2024.
Prof Dr Hamidah Abdurrachman mengungkapkan jika maksud dari berkekuatan hukum tetap adalah sampai tidak ada lagi upaya hukum lagi yang bisa dilakukan.
Saat ini proses gugatan perdata pada Lanny Setyawati sekeluarga masih dalam tahap Peninjauan Kembali (PK) di PN Cirebon.
Sebelumnya, Felly Anggraini Tandapranata melaporkan Lanny Setyawati beserta ketiga anaknya sebagai terdakwa dengan dugaan penyerobotan tanah di tanah serta bangunan yang berada di Jalan Kartini.
Objek sengketa adalah lahan seluas 1.433 meter persegi di Jl Kartini, Kota Pekalongan. Lahan itu ada dua sertifikat dengan luas 1.013 meter persegi, dan 420 meter persegi. Di lokasi itulah keluarga para terdakwa tinggal.
''Maksud dari menunggu sebuah keputusan hukum tetap atas permasalahan perdata. Untuk menjadi sebuah kepastian hukum, supaya tidak ada keraguan,'' kata Mantan anggota Kompolnas itu.
Prof Dr Hamidah Abdurrachman juga menyebut penerapan pasal 167 ayat 1 KUHP juga tidak tepat.
Pasal tersebut berisi, barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.
Prof Dr Hamidah Abdurrachman menyebut, Lanny Setyawati dan keluarganya tidak termasuk dalam unsur memaksa, karena selama ini telah tinggal dan menetap di tanah dan bangunan itu sejak lama.