Saat itu, dia menjadi utusan pondok untuk mengikuti pelatihan budidaya jamur di Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto pada tahun 2000. Belum sempat dikembangkan di pondoknya, Mahali pindah ke pesantren Al Fadlu Kaliwungu Kendal untuk mempelajari ilmu Alat selama 2000-2003. Berikutnya, pindah ke pondok Al Hidayah Cisantri, Pandeglang Banten 2003-2005.
Selepas mondok, barulah Mahali mencoba-coba menerapkan ilmu budidaya jamur dirumahnya Desa Dukuhbadag, Ketanggungan sembari mengamalkan ilmu nyantrinya di MI Tarbiyatul Sibyan di desanya.
“Karena saya coba-coba dan kurang fokus serta cuaca dan suhu yang kurang mendukung, maka selalu mengalami kegagalan,” ungkap ayah dari Sahya Aqila Nur Ali (8 th) dan Moh Hadziq Sakho Nur Ali (2 bl).
Tak patah arang, Mahali mencari ilmu lewat youtube, facebook dan tutorial dengan temen-temen FB serta berkunjung langsung ke rumah produksi sejawatnya.
Kang Ali, demikian sapaan akrabnya, akhirnya membeli Log atau media tanam jamur serta bibit jamurnya. Lambat laun, dia pun bisa membuat sendiri Log dengan dibantu lima orang pekerja yang diambil dari pemuda desa setempat.
Dalam sehari, Ali bisa memproduksi Log 200 buah perhari secara manual. Sedangkan bila pakai mesin bisa menghasilkan Log 700 buah perhari.
“Di tempat ini, menampung 8000 buah Log. Setiap 1 Log, bisa menghasilkan jamur 3 Ons,” ungkap Kang Ali.
Bahan baku berupa limbah serbuk gergajian kayu dia dapatkan dari Pemalang. “Kalau di sini ada, ya saya ambil bahan baku tersebut yang penting kayu yang tidak mengandung getah,” tuturnya.