Pada 1978-1983, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef meniadakan libur sekolah selama Ramadan, yang menuai protes dari berbagai pihak, termasuk tokoh agama.
Mereka khawatir kebijakan ini mengganggu ibadah puasa dan kegiatan keagamaan. Daoed berpendapat bahwa belajar di sekolah juga merupakan ibadah, merujuk pada perintah pertama dalam Al-Qur'an, Iqra' (bacalah).
Pandangan Muhammadiyah dan PBNU
Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendukung kebijakan pemerintah, menyiapkan aktivitas pengganti belajar seperti pesantren kilat di masjid atau sekolah dengan pengawasan guru.
Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menekankan bahwa Ramadan harus menjadi arena pendidikan akhlak dan karakter.
"Kami mendukung, tapi ada tiga poin penting bagi Muhammadiyah, Ramadan harus tetap dijadikan arena untuk mendidik akhlak, budi pekerti, dan mendidik karakter," kata Haedar.
Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan mendiskusikan kebijakan ini lebih lanjut dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar pada 5-7 Februari 2025.
Ketua PBNU Ahmad Suaedy menegaskan bahwa kebijakan belajar di rumah selama Ramadan akan menjadi salah satu topik diskusi utama.
"Nanti 5 Februari kita akan Munas Konbes. Jadi ada berbagai masalah dibahas termasuk hal-hal seperti ini," ujarnya.