regional

Penurunan Muka Air Tanah di Kota Pekalongan Kini Telah Mencapai 21 Sentimeter Berdasarkan Alat Pembaca Patok Ukur di Stadion Hoegeng

Selasa, 23 April 2024 | 10:21 WIB
PENGUKURAN : Petugas dari Kementerian ESDM saat melakukan pengukuran penuruna muka air tanah yang ada di Stadion Hoegeng. (KONTENJATENG.COM/Arif Prayoga)

KONTENJATENG.COM - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), menginformasikan laju penurunan muka air tanah (land subsdence) di Kota Pekalongan sudah mencapai hingga tertinggi di angka 21 sentimeter.

Data penurunan muka air tanah ini salah satunya dapat terbaca di benchmark patok ukur yang terpasang di dalam komplek Stadion Hoegeng, atau tepatnya di sisi barat daya lapangan setempat.

Selama ini, jumlah patok ukur yang terpasang di Kota Pekalongan tersebar di enam titik atau lokasi.

Baca Juga: Diduga Disebabkan Air PDAM Tak Bersih, Warga Kampung Baru di Kelurahan Panjang Wetan Terjangkit Infeksi Kulit Massal dan Gatal-Gatal di Sekujur Tubuh

Analis Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian ESDM, Noviardi Titis Praponco mengatakan data terakhir yang terbaca di patok ukur yang dilakukan pada Senin 1 April 2024 mengungkapkan jika penurunan muka air tanah di Kota Pekalongan sekarang sudah mencapai 21 sentimeter.

''Laju penurunan muka air tanah tercepat ada di wilayah Stadion Hoegeng dan sekitarnya. Ini karena alat pembaca patok ukur yang berada di sana, sudah terpasang paling lama jika dibandingkan tempat lainnya,'' ujar dia.

Salah satu faktor penyebab penurunan muka air tanah lebih cepat, kata Noviardi Titis Praponco, yakni karena masifnya pengambilan air tanah melalui sumur bor dalam tanpa izin.

Baca Juga: Kapolres Sebut Menerbangkan Balon Udara Liar dengan Petasan Bukan Merupakan Tradisi Masyarakat dan Pemerintah Tidak Pernah Mengizinkan Hal Ini

Aturan terkait hal tersebut sebenarnya telah tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

Menurut Titis Pemerintah Kota Pekalongan sudah melakukan moratorium atau penangguhan rekomendasi pengambilan air tanah.

Jadi secara aturan, sekarang prosesnya menjadi lebih rigid karena sampai ke pemerintah pusat.

Baca Juga: Festival Lopis Raksasa Masih Dipadati Masyarakat yang Ingin Mencicipi Langsung Makanan Khas Daerah Krapyak Tersebut

"Moratorium itu sendiri kira-kira sudah dua tahun yang lalu mulai disosialisasikan, kemudian diimplementasikan satu persatu. Tapi kalau detailnya regulasinya nanti akan kami infokan kembali, namun yang jelas itu sudah ada Permen ESDM-nya,'' imbuh dia.

''Untuk upaya pengambilan air tanah bakal terbentur aturan yang jauh lebih ketat bahkan skriningnya saja sudah melibatkan pemerintah pusat. Jadi akan lebih ribet dan sulit prosesnya,'' papar dia.

Halaman:

Tags

Terkini