KONTENJATENG.COM - Cancel culture atau budaya pembatalan kini semakin sering diperbincangkan di media sosial, terutama ketika skandal tertentu mencuat.
Kasus olokan oleh Gus Miftah, seorang pejabat publik, terhadap pedagang es teh bernama Sunhaji memicu reaksi warganet di Indonesia.
Ucapan Gus Miftah, "Yo kono didol, gobl*k!" kepada pedagang tersebut viral dan menimbulkan kekecewaan publik.
Baca Juga: Lemparan Jauh Pratama Arhan di Piala AFF 2024, Pelatih Laos Gagal Penuhi Janji Redam
Akibatnya, sebuah petisi berjudul 'Copot Gus Miftah dari Jabatan Utusan Khusus Presiden' muncul pada 4 Desember 2024 sebagai bentuk penghakiman publik terhadap pembantu Presiden Prabowo Subianto. Gus Miftah pun mengajukan pengunduran dirinya pada 6 Desember 2024.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana cancel culture dapat memengaruhi karier seorang tokoh publik.
Apa Itu Cancel Culture?
Baca Juga: Shin Tae-yong Soroti Masalah Passing Penyebab Timnas Indonesia Gagal Menang lawan Laos
Menurut Britannica, cancel culture adalah upaya boikot massal terhadap tindakan seseorang yang dianggap tidak etis, biasanya terjadi di media sosial.
Fenomena ini bertujuan untuk menghentikan dukungan terhadap tokoh publik yang melakukan kesalahan.
Orang yang terkena boikot biasanya mengalami penurunan karier karena kehilangan kepercayaan masyarakat.
Siapa Saja yang Terancam?
The Private Therapy Clinic menyebutkan bahwa cancel culture adalah evolusi dari istilah boikot.
Selebriti, pejabat negara, dan pengusaha terkemuka adalah tokoh yang bisa dihakimi publik akibat tindakan tidak etis.