Bahan dasar jamu dan herbal bisa dari bermacam-macam, di antaranya yang berasal dari tanaman bisa dari daunnya, rimpangnya, batangnya, dan adapula dari biji dan buah.
Sedangkan untuk pengembangan produk, tidak hanya pada hasil olahannya saja tetapi juga bisa dilakukan pada tanaman segarnya, karena ada juga konsumen yang menginginkan tanaman segarnya. Dan olahan produk lainya juga bisa berupa minuman herbal, teh organik, dan bisa pula dalam bentuk kembang gula.
"Dengan demikian ada peluang besar untuk pemasaran tanaman herbal dan olahan tanaman herbal, baik dalam bentuk tanaman segar maupun makanan siap saji atau makanan olahan, terutama untuk menjaga kesehatan tubuh di masa pandemi ini," tandas Dr Kristina.
Menurut pembicara yang mengupas tentang entreprenuership di kalangan milenial, Yimmy Iskandar, lebih pada memberi beberapa solusi agar para milenial bisa tertarik dan minat terhadap jamu dan herbal.
"Para milenial ini tahu bahwa jamu itu sehat, namun yang tertanam dalam benaknya adalah rasa pahit. Sedangkan para milenial ini lebih suka minuman yang bercita rasa manis. Maka perlu ada perubahan paradigma (brainwash) melalui tagline atau slogan, influencer dan iklan, disamping perlunya pendekatan inovatif produk supaya disukai milenial," papar Yimmy.
Sedang Dr Chatarina Yekti sebagai Ketua CSE Unika, dalam webinar ini juga menyampaikan dukungannya dengan kerjasama antara pandemika II dengan kelompok 30 dan klaster jamu yang menjadi mitra binaan.
"Kami dari CSE memiliki beberapa fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh klaster jamu, diantaranya adalah toko offline, e-market place yang dibuat khusus untuk produk mahasiswa Unika dan mitra binaan Unika, expo besar dan pasar murah," tuturnya.