"Terbanyak seperti tahun ini (red: 2020) 10 ribu mahasiswa. Kalau 7 tahun, sebenarnya ada 70 ribu mahasiswa berdasarkan data riil. Itu 125 ribu mahasiswa," ujarnya.
Selain untuk menguji keaslian data yang tersebar, investigasi dilakukan Undip Semarang untuk membawa persoalan tersebut ke ranah hukum. Proses hukum sedianya akan ditangani kantor hukum Undip Semarang, menunggu pengumpulan bukti-bukti serta dokumen jejak digital secara cermat dan penuh kehati-hatian.
"Jejak digital dan bukti-bukti terus kami telusuri dan kumpulkan. Karena sejak pagi viral itu semua kami potret, meskipun ada yang sudah dihapus. Termasuk yang memviralkan itu apakah memiliki motif khusus. Fokus kami pada bukti tersebut karena punya signifikansi bagi nama baik Undip Semarang," ungkap Dwi Cahyo.
Kini Undip Semarang fokus pada antisipasi mitigasi internal dengan penerapan single sign on (SSO) yang telah berjalan. Sebab registrasi SSO tidak lagi menggunakan NIK (Nomor Induk Kependudukan) maupun nama mahasiswa.
"Langkah hukum yang dimaksud adalah investigasi jejak digital karena itu yang dibutuhkan pihak berwajib. UU ITE jelas kaitannya dengan keterbukaan informasi publik. Ada sanksi maupun ancaman pidana dan akan kami kumpulkan sebagai bukti-bukti untuk membantu pihak berwajib bekerja efektif," terangnya.
Dwi Cahyo meminta para mahasiswa aktif dan alumni tidak perlu cemas atas kejadian tersebut.
"Tidak perlu cemas yang berlebihan, semua (server dan data) aman. Rektor Undip menginstruksikan untuk investigasi hingga memproses ke ranah hukum. Kapan? Sesegera mungkin kami dapat dokumen seperti jejak digital yang kita peroleh, akan dibawa lapor ke polisi," tandasnya.(kj)