Asep menjelaskan, kasus kuota haji ini berkaitan dengan Kemenag di mana ada sejumlah travel haji yang juga mendapat kuota haji khusus.
Hal itu, lanjut Asep, tidak tepat jika pemeriksaan saksi dikaitkan dengan ormas keagamaan.
"Dan yang terkait dengan masalah kuota haji ini adalah Kementerian Agama dengan para jamaah haji yang waktu itu berangkat di tengah-tengahnya ada travel," terangnya.
"Ada travel yang kemudian mengkoordinir pemberangkatan calon haji tersebut di tahun 2024," tambah Asep.
Baca Juga: Persalinan Tanpa ILA di RSI Sultan Agung Semarang Picu Konflik Antara Dokter dan Keluarga Pasien
Kendati demikian, KPK menyatakan pihaknya bermaksud memanggil para saksi karena pernah jadi pegawai di Kementerian Agama.
"Jadi ketika disangkut-pautkan misalkan dengan karena dipanggil tadi ada juga bekerja 'oh ada kaitannya' dengan organisasi itu," jelas Asep.
"Itu tidak serta-merta demikian. Tidak serta-merta demikian," imbuhnya.
3. Biaya Percepatan Capai Rp115 Juta per Orang
KPK menemukan adanya biaya percepatan haji khusus yang langsung berangkat di tahun yang sama saat mendaftar rata-rata sebesar 2.400 hingga 7.000 Dolar Amerika Serikat (USD), atau dalam rupiah mencapai Rp39,7 juta hingga Rp115,9 juta.
Dalam kasus ini, Asep menyinggung skandal pemerasan oleh oknum Kemenag kepada penceramah, Khalid Basalamah untuk percepatan haji khusus 2024.
"Oknum dari Kemenag ini kemudian menyampaikan, 'Ya, ini juga berangkat di tahun ini, tapi harus ada uang percepatan.' Nah, diberikanlah uang percepatan, kalau tidak salah itu, 2.400 per kuota, 2.400 USD, seperti itu," ungkap Asep.
"Kan range-nya macam-macam, ada yang 2.400 sampai dengan 7.000 USD per kuota," tambahnya.
Asep mengatakan, mulanya Khalid mengumpulkan uang tersebut dari sekitar 122 calon jemaah untuk diserahkan kepada oknum Kemenag tersebut.
Khalid dipaksa menyetorkan sejumlah uang setelah oknum tersebut menjanjikan jemaahnya bisa langsung berangkat haji khusus kendati baru mendaftarkan diri.