Sebab, status tanah yang disengketakan adalah Hak Guna Bangunan (HGB) alias milik negara bukan perseorangan.
Sistem Sertifikat HGB adalah izin pemakaian dengan durasi waktu 30 tahun dan perpanjangan 20 tahun. Status HGB itu tidak bisa diperjualbelikan.
''Kalau nanti memang tidak hadir, saya minta majelis hakim menganggap saksi ahli itu tidak ada," ucapnya.
Usai persidangan, pihak PN Pekalongan memberitahukan akan ada Surat Permohonan aanmaning (eksekusi) dari PN Cirebon. Sebelumnya, kasus perdata sengketa tanah telah berlangsung di PN Cirebon.
Hasilnya adalah kekalahan di pihak Lanny Setyawati dan tiga anaknya hingga kasasi. Saat ini pihak Lanny Setyawati sedang mengajukan peninjauan kembali.
"Kami akan mengajukan surat perlawanan eksekusi dan akan menyampaikan ke PN Cirebon dengan segera," katanya.
Sebelumnya, Lanny Setyawati bersama ketiga anaknya didakwa oleh ahli waris dari rekan bisnis suaminya dengan tuduhan menempati lahan tanpa izin.
Menurut Felly Anggraini Tandapranata, salah satu saksi yang memberikan kesaksian dalam sidang tersebut, tanah yang mereka tempati sudah bersertifikat atas nama Lanny Setyawati dan anak-anaknya.
Ada dua sertifikat, masing-masing nomor 00037 dengan luas 420 meter persegi dan nomor 00038 dengan luas 1.013 meter persegi.
Felly menjelaskan bahwa asal-usul tanah tersebut berasal dari pembelian oleh suaminya, Lukito Lutiarso, pada tahun 1994, saat tanah tersebut hendak disita bank. Mereka kemudian meminjam uang untuk menebusnya dan membuat perjanjian pinjam pakai.