Jaksa membahas beberapa materi mulai dari para terdakwa tidak punya alas hak untuk bidang di Jalan RA Kartini, hingga menyebut tentang akta jual beli, dan lain sebagainya.
Para terdakwa bercerita adanya kejadian yang sempat bertemu pelapor untuk diminta membayar sewa sebesar Rp5 juta per bulan. Pihak terdakwa dan keluarga menolaknya karena merasa itu rumah milik mereka.
Kuasa hukum terdakwa, Nasokha yang merangkum sidang menegaskan bahwa kliennya selama ini tidak tahu tentang perjanjian Akad Jual Beli (AJB) antara Hidayat dan Lukito. Hal tersebut lantaran seluruh ahli waris, tidak dilibatkan dalam perjanjian itu.
''Tadi JPU sempat menunjukkan surat kuasa Akad Jual Beli (AJB), tapi akhirnya ditarik lagi kan karena tidak ada tanda tangan para ahli waris,'' bebernya.
Nasokha juga menyinggung status tanah SHGB milik kliennya yang harusnya diperpanjang setelah 30 tahun, namun tidak diperpanjang hingga lebih dari 2011. Artinya, tanah itu statusnya telah kembali ke negara dan saat ini berposisi menjadi status quo.
Pihak prioritas yang berhak memperpanjang adalah penyewa pertama, dalam hal ini Lanny Setyawati dan keluarga.
''Bahwa terdakwa Lanny Setyawati dan keluarga tidak pernah melakukan perpanjangan SHGB, tidak pernah upaya menghalangi, dan tidak tahu tanah itu dijual. Lalu soal perjanjian Akad Jual Beli (AJB) tidak tahu semua,"ujarnya.
Nasokha yakin bahwa majelis hakim jeli, dan akan melihat jika perkara yang sedang digelar ini lebih tepat merupakan hukum perdata.
''Tidak tepat jika ini menjadi hukum pidana. Apalagi saat ini masih ada upaya hukum lain terkait keperdataan yang masih berlangsung di PN Cirebon,'' pungkas dia.
Adapun agenda sidang berikutnya terkait permasalahan kasus sengketa tanah di Jalan RA Kartini tersebut, adalah pengajuan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.