Ia kemudian mencontohkan, saat makan harus konsisten pakai tangan kanan, harus pakai jari, tidak boleh pakai sendok. Kemudian kepada calon rekrutannya, orang dengan kelompok tersebut, meyampaikan, Islam tidak mengajarkan tangan kiri atau sendok. Kebiasaan lainya, dalam berpakaian harus pakai jubah, jangan baju umum, nanti Bid'ah.
“Ada lagi misal seperti orang pakai celana cingrang tapi tidak memperbolehkan orang lain tidak cingkrang, baru kepada calon rekturannya mengucap celanamu celana neraka,”sebut Herry dengan campuran logat Indonesia campur Jawa.
Menurutnya, orang dengan kebiasaan demikian harus mulai dicurigai dan diperhatikan. Karena nantinya, kalau sampai orang yang dipengaruhi atau tamunya malah menyadarinya berbeda.
“Jadi ada juga orang yang dipengaruhi itu (tamu) malah menyadari, oh iya, makan dan celanaku neraka. Disitulah kelompok teroris ekstrim tinggal memoles, kalau sudah ikut cingrang, nanti ngobrol, jadi teman dan masuk jaringan akhirnya,” jelasnya.
Harry saat ini, memang sudah bangkit dari keterpurukan usai menjalani pidana atas kasus yang pernah dituduhkan padanya. Saat itu, ia ditangkap di Semarang dengan tuduhan menyembunyikan Nurdin M. Top. Atas tindakannya itu, jaksa menuntut 10 tahun penjara, kemudian divonis majelis hakim 5 tahun penjara, hingga akhirnya menjalani 3 tahun penjara di Lapas Kelas 1 Semarang. Saat ini, ia memiliki mobil Luxio dan jualan Kebab.
“Kalau bisa terpengaruh jaringan terorisme itu tergantung kontinuitas, terus menerus, terdoktrin. Jadi, bisa cepat dan lama, tergantung orangnya sendiri,”ungkapnya.
Sepintas dilihat, Harry, saat ini sama seperti orang umumnya. Gaya rambutnya pendek dan nada bicaranya juga sopan seperti masyarakat umum. Ia sendiri mulai masuk pertama kali ke jaringan tersebut sejak SMA. Ketika itu, ia masih bergabung di organisasi pelajar Palang Merah Remaja (PMR), kemudian bertemu rekannya di organisasi Rohis (Rohani Islam). Karena ada kajian-kajian Islam, ia mulai tertarik.
Ia sendiri mengaku ketika itu, keluarganya memang tidak mengajarkan tetang agama lebih baik. Dari situlah, ia belajar dengan sejumlah ustad dan alumni Rohis SMA.