KONTENJATENG.COM - Periatiwa viral soal promosi Kafe Holywings di Kemang Jakarta belum lama ini yakni dengan menggratiskan minuman beralkohol bagi orang bernama Muhammad dan Maria dinilai suatu kebodohan alih-alih kekhilafan.
Berikut Penjelasan dari Ilmu Komunikasi Unpad. Deddy Mulyana, Pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, menyampaikan pandangannya terkait hal itu. Tulisannya dimuat di harian Umum Pikiran Rakyat edisi 27 Juni 2022. Berikut ini tulisan lengkapnya.
Pada masa lalu, beberapa kasus serupa pernah terjadi, beberapa di antaranya dianggap lebih ringan dan ada pula yang dinilai lebih kontroversial karena perbedaan panafsiran.
1. Sepeda Motor dengan nama awatara
Tahun 2001, di Bali, umat Hindu pernah merasa dinistakan ketika suatu koran memuat iklan sepeda motor yang menyandang nama-nama awatara (utusan Tuhan dalam agama Hindu) dan dewa seperti Rama 100, Kresna 50, dan Wisnu 100 yang disakralkan umat Hindu. Rama dan Kresna adalah dua dari sepuluh awatara Wisnu.
Umat Hindu percaya awatara adalah penjelmaan Hyang Widhi (Tuhan) ke dunia, untuk menyelamatkan dunia dan umatnya dari kehancuran.
2. Lambang Omkara di sampul novel Supernova 2.1
Tahun 2003, Forum Intelektual Muda Hindu Dharma Bali memprotes penggunaan lambang Omkara pada sampul depan novel Supernova 2.1 episode Akar yang ditulis Dewi ”Dee” Lestari. Forum tersebut keberatan lambang yang dianggap sakral oleh umat Hindu itu digunakan sebagai sampul novel Dee yang dibisniskan.
Menurut mereka, sampul novel itu menghina agama Hindu, karena lambang Omkara hanya bisa dipakai dalam buku agama dan tempat ibadah umat Hindu. Omkara dianggap simbol dari tiga dewa: Brahma, Wishnu, dan Shiwa.
Dalam simbol tersebut, ketiganya menyatu dan melambangkan kekuatan tertinggi: Tuhan yang mutlak. Dee pun meminta maaf dan tak lagi menggunakan lambang tersebut pada cetakan kedua novelnya.
3. Dewa dan lafaz Allah
Tahun 2005, grup band Dewa terlibat dalam kontroversi demikian. Logo album terbarunya, ”Laskar Cinta” dianggap melecehkan umat Islam dengan memakai logo berupa kaligrafi dengan lafaz Allah. Akan tetapi, lafaz dalam bahasa Arab itu yang juga digunakan sebagai alas panggung justru diinjak-injak oleh personel band.
Sejumlah ulama dan sebagian umat Islam bereaksi keras atas tindakan profan dan ”tak etis” Dewa. Ahmad Dhani menyangkal Dewa telah sengaja menghina Islam. Ia mengatakan grupnya melakukan semua itu tanpa sengaja.
4. McDonald’s dan Coca Cola mencetak bendera Arab Saudi
Sejumlah kasus serupa di luar negeri pernah dilaporkan berbagai sumber. Pada pertandingan Piala Dunia 1994, McDonald’s dan Coca Cola mencetak bendera Arab Saudi bertuliskan kata-kata suci pada dua juta kantong kertas dan 270 juta kaleng minuman.
Umat Islam keberatan. Mereka percaya kalimat “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya” tidak pantas digunakan sebagai sarana untuk mempromosikan produk.
5. Sepatu di Inggris
Di Leicester, Inggris, ada toko sepatu mempromosikan sepatu dengan kalimat dalam bahasa Arab, “Tidak ada Tuhan melainkan Allah” untuk menarik perhatian para pelanggan dari komunitas Muslim lokal yang berjumlah besar.
Toko itu pun diprotes warga Muslim. Meski niat untuk menarik minat pelanggan itu baik, pelaksanaannya sangat buruk karena ketidaktahuan bahwa mengaitkan nama Allah dengan sepatu yang berasosiasi dengan kekotoran adalah penghinaan (Schneider & Barsoux, 1997).
6. Pringles Ramadan mubarak rasa babi asap
Beberapa tahun kemudian, masih di negara yang sama, ada promosi keripik kentang bermerek Pringles selama Ramadan dengan slogan Ramadan Mubarak.
Salah satu pilihannya mengandung daging babi asap (smokey bacon flavour). Hal itu juga kekeliruan pemasaran yang fatal, karena bagi kaum Muslim, daging babi jelas haram.
7. Nike pasang kaligrafi berlafaz Allah
Tahun 1997, perusahaan sepatu Nike pernah, entah sengaja atau tidak, mendesain kaligrafi berlafaz Allah dalam bahasa Arab di sol sepatu model Air Bakin yang diproduksinya. Sebanyak 38.000 pasang sepatu dengan model tersebut ditarik dari pasar, setelah diprotes kaum Muslim.
Tahun 2019, Nike melakukan hal serupa. Belasan ribu orang memprotes produk itu karena dianggap melecehkan Allah, kaum Muslim, dan Islam. Mereka menandatangani petisi agar Nike menghentikan penjualan produk tersebut.
Namun kali ini Nike bergeming dengan mengatakan bahwa logo di sol sepatu Nike model Air Max 270 itu kebetulan mirip kata Allah, jadi bukan kesengajaan. Jutaan Muslim di seluruh dunia pun memboikot Nike.
Di Indonesia yang berideologi Pancasila dan mayoritas penduduknya beragama, seyogianya tak ada pelecehan agama seperti kasus pada awal tulisan ini. Pihak berwenang harus mengusut kasus seperti itu sampai tuntas agar kejadian serupa tak terulang lagi.
Sungguh aneh, sementara para pakar dan para motivator menggaungkan pentingnya kompetensi antarbudaya di era global, termasuk dalam bidang bisnis, masih ada praktisi bisnis yang defisit kepekaan dan keterampilan itu.
Harus selalu diingat bahwa komunikasi bersifat irreversible (tak bisa ditarik kembali). Sekali pesan yang salah, apalagi fatal, di sampaikan ke publik, dampaknya tidak bisa ditiadakan sama sekali.
Pemahaman akan prinsip komunikasi itu sesungguhnya bersifat elementer. Tidak seharusnya orang-orang yang berbisnis di kota semetropolitan Jakarta tergelincir pada kesalahan mendasar seperti itu.
Demikian Penjelasan dari Ilmu Komunikasi Unpad. Semoga bermanfaat. (**)